Selasa, 31 Agustus 2021

[Catatan Perjalanan: Pulang ke Dekapan Sendiri]

Di panggung ini kita memainkan perannya masing-masing. Ada yang bersua dengan lantang, ada yang memilih bersembunyi. Tak ada yang tahu pasti maksud dibalik peran itu selain si empunya peran. Seberapa hebat manusia, sih, sampai bisa menerka dengan akurat tentang seseorang. Karakter yang dimainkan pun dapat berubah. Kau bisa mengganti apa yang ingin kau tampakkan saat kau ingin berubah.

Aku mengamati sembari menyesap secangkir kopi di teras rumah. Rasanya unik, ada pahit, manis, dan asamnya. Kuberitakan ke seluruh penjuru dunia, kopi terbaik yang pernah ada. Mari kita duduk meneguk secangkir bersama, menertawakan hal paling konyol hingga membicarakan seputar politik sekalipun.

Lalu tiba saatnya di akhir pekan, semua orang pulang ke rumah. Meski ada beragam bentuknya, rumah seperti apa yang paling kau sukai? Tetapi, tidak semua rumah membukakan pintu kepada sembarang tamu. Di sisa-sisa energi sayap untuk terbang, pulang ke dekapan sendiri adalah yang paling dekat. Menyalakan api unggun untuk menghangatkan diri yang terasa terlalu dingin, membuang persediaan yang sudah tak layak guna. Lalu berakhir duduk di teras rumah memeluk diri sendiri dengan erat.